Notifikasi

Loading…

Tari Joget Bumbung Bali: Tari Pergaulan Masyarakat Bali

Pulau Dewata memang surganya seni dan budaya yang kaya. Salah satu gemerlapnya terpancar melalui tarian Bumbung, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Joged Bumbung. Namun, di balik keindahannya, terkadang seni ini terkena sentuhan kontroversial yang menyoroti sisi erotis.

Joged Bumbung bukan sekadar tarian di Bali; ia adalah riuhnya pergaulan masyarakat yang diwujudkan melalui gerak lincah dan musik yang menghentak. Sebuah tarian yang tidak hanya menghibur tapi juga mengajak penonton untuk berpartisipasi, merasakan irama dan keceriaan yang ditawarkan. Namun, sayangnya, keunikan ini terkadang ditempa oleh sorotan negatif.

Tari Joget Bumbung Bali

Joged Bumbung, walaupun dikenal sebagai tarian pergaulan yang mengundang tawa, terkadang disoroti oleh sentuhan erotis. Beberapa pertunjukan mungkin mengarah pada penyajian yang menonjolkan unsur sensual, menyisakan kesenian itu sendiri terlupakan di tengah kontroversi.

Kesenian Pergaulan yang Menarik

Ketika seorang penari Joged Bumbung melangkah, mereka membawa lebih dari sekadar gerakan indah. Mereka membawa sepotong kisah hidup masyarakat Bali, diiringi oleh irama musik yang mengajak penonton untuk ikut merasakannya. Kesenian pergaulan ini, pada dasarnya, mencerminkan kehidupan sehari-hari yang penuh keceriaan dan interaksi sosial.

Keindahan Joged Bumbung terletak pada kemampuannya menyatukan penonton dalam gelak tawa dan kelembutan gerakan. Tarian ini tidak pandang bulu; siapapun diundang untuk bergabung dalam kesenangan. Namun, kadang kala, esensi ini terkabur oleh bayang-bayang kontroversi yang menyelimuti.

Menyelami Kealamian Joged Bumbung

Untuk memahami sepenuhnya kealamian Joged Bumbung, kita perlu menyelami lebih dalam dari sekadar kontroversi yang mungkin mencorengnya. Melalui gerakan yang riang dan musik yang menggema, kita dapat merasakan keceriaan masyarakat Bali yang tercermin dalam tarian ini.

Mengartikan Kembali Makna

Mungkin saatnya mengartikan kembali makna Joged Bumbung. Lebih dari sekadar sorotan negatif, ia adalah bagian dari kearifan lokal dan keindahan yang tak terduga. Mari melihat keindahan Joged Bumbung dengan mata yang lebih luas, merangkulnya sebagai warisan budaya yang mengajak kita untuk menari dalam kehidupan yang penuh warna.

Joged Bumbung

Joged Bumbung sejatinya adalah manifestasi keceriaan pergaulan masyarakat Bali yang tercermin melalui tarian ini. Namun, sayangnya, keunikan dan kemurnian tari ini kadang tercemar oleh sentuhan kontroversial yang mengelilinginya.

Tari Joged Bumbung umumnya ditarikan oleh para penari perempuan yang mengundang partisipasi dari penonton laki-laki. Awalnya, penari akan menampilkan gerakan sendiri yang disebut "ngelembar". Setelah itu, mereka mencari pasangan laki-laki dari penonton yang diundang untuk menari bersama atau "ngibing". Proses ini berulang, dan penari berganti-ganti pasangan sesuai pilihannya. Meskipun ada persamaan dengan tari gandrung, Joged Bumbung memiliki nuansa dan identitasnya sendiri.

Para penari Joged Bumbung menghadapi tantangan tersendiri. Banyak pengibing yang, terkadang dengan tak senonoh, menyentuh anggota tubuh penari. Meskipun mereka menyadari realitas ini, penari harus bersikap sabar dan tangguh.

"Kita juga harus bisa bersabar, kita juga harus tahu dengan jalannya pengibing. Soalnya pengibing itu kan tangannya nakal-nakal. Jadi kita harus bisa mengatasinya juga. Supaya kita tidak merasa disakiti atau merasa dihina," ujar salah seorang penari Joged Bumbung.

Kontroversi dalam Sorotan Media Sosial

Pada tahun 2017, Joged Bumbung menjadi perbincangan hangat di media sosial. Video pertunjukan tarian ini beredar, menunjukkan gerakan tak senonoh dari penonton yang menjadi pengibing. Aksi pelecehan dan gerakan erotis ini, sayangnya, bukan yang pertama. Bahkan sejak tahun 2003, citra Joged Bumbung sudah tercoreng.

Meski sering mendapat kritik tajam, Joged Bumbung tetap tampil di berbagai acara. Meskipun demikian, tarian ini, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, tetap tampil dalam acara-acara besar resmi seperti Pesta Kesenian Bali (PKB) 2022. Dalam konteks ini, tarian ini dipresentasikan tanpa unsur porno atau erotisme, mengembalikan kemurnian dan keindahan asli tariannya.

Pergulatan Antara Seni dan Kontroversi

Joged Bumbung menjadi representasi pergulatan antara keindahan seni dan kontroversi yang mengitarinya. Tantangan untuk menjaga kemurnian seni dalam sorotan kontroversi mungkin menjadi perjalanan panjang, namun di dalamnya tetap ada keindahan yang perlu dijaga dan dipahami oleh generasi masa kini.

Itulah berbagai hal menarik yang dapat dipelajari dari Joged Bumbung. Tarian yang khas dan memiliki peran penting dalam bagiannya masing-masing.

Post a Comment