5 Prasasti Terkenal di Bali: Saksi Bisu Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha
Prasasti adalah sebuah batu atau logam yang bertuliskan aksara atau gambar yang berisi informasi penting tentang sejarah, budaya, atau agama. Prasasti biasanya dibuat oleh para raja atau penguasa sebagai tanda kekuasaan, perjanjian, peringatan, atau pujian. Prasasti merupakan salah satu sumber sejarah yang sangat berharga, karena bisa memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat di masa lalu.
Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki banyak prasasti yang tersebar di berbagai tempat. Prasasti-prasasti di Bali berasal dari zaman Kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri sejak abad ke-10 hingga abad ke-20 Masehi. Prasasti-prasasti di Bali berisi tentang berbagai hal, seperti nama raja, silsilah, peristiwa, upacara, peraturan, atau pemujaan.
Berikut adalah lima prasasti terkenal di Bali yang menjadi saksi bisu sejarah Kerajaan Hindu-Buddha di pulau Dewata.
1. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong adalah prasasti tertua yang ditemukan di Bali. Prasasti ini berbentuk sebuah pilar yang terbuat dari batu andesit, yang berukuran tinggi 177 cm, diameter 62 cm, dan berat sekitar 3,5 ton. Prasasti ini bertuliskan aksara Bali kuno dan Sanskerta, yang berisi tentang pujian kepada raja Bali pertama, yaitu Sri Kesari Warmadewa.
Prasasti Blanjong ditemukan pada tahun 1932 oleh seorang penduduk setempat di desa Sanur, Denpasar. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun 914 Masehi, yang menandai awal berdirinya Kerajaan Bali. Prasasti ini juga menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman suci yang bernama Blanjong, yang kemungkinan adalah nama lama dari Sanur.
Prasasti Blanjong saat ini masih berada di lokasi penemuan aslinya, yaitu di Pura Belanjong, Sanur. Prasasti ini dilindungi oleh sebuah bangunan berbentuk candi, yang dikelilingi oleh tembok dan pagar. Prasasti ini menjadi salah satu objek wisata sejarah yang menarik di Bali.
2. Prasasti Panglapuan
Prasasti Panglapuan adalah prasasti yang berisi tentang silsilah para raja Bali dari dinasti Warmadewa. Prasasti ini berbentuk sebuah batu yang terbagi menjadi dua bagian, yang masing-masing berukuran panjang 200 cm, lebar 40 cm, dan tebal 15 cm. Prasasti ini bertuliskan aksara Bali kuno, yang berisi tentang nama-nama raja, gelar, dan tahun pemerintahan.
Prasasti Panglapuan ditemukan pada tahun 1935 oleh seorang pegawai Dinas Purbakala Belanda, yang bernama J.C. Krijgsman, di desa Panglapuan, Tabanan. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-11 hingga abad ke-14 Masehi, yang menunjukkan masa kejayaan Kerajaan Bali. Prasasti ini menyebutkan nama-nama raja seperti Udayana, Jayapangus, Jayasakti, dan Anak Wungsu.
Prasasti Panglapuan saat ini disimpan di Museum Bali, Denpasar. Prasasti ini menjadi salah satu sumber sejarah yang penting, karena bisa memberikan informasi tentang para penguasa Kerajaan Bali dan hubungan mereka dengan Kerajaan Jawa.
3. Prasasti Babahan
Prasasti Babahan adalah prasasti yang berisi tentang peraturan adat yang berlaku di desa Babahan, Tabanan. Prasasti ini berbentuk sebuah batu yang berukuran panjang 120 cm, lebar 80 cm, dan tebal 20 cm. Prasasti ini bertuliskan aksara Bali kuno, yang berisi tentang larangan-larangan, sanksi-sanksi, dan hak-hak yang harus dihormati oleh masyarakat.
Prasasti Babahan ditemukan pada tahun 1935 oleh seorang pegawai Dinas Purbakala Belanda, yang bernama J.C. Krijgsman, di desa Babahan, Tabanan. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-14 Masehi, yang menunjukkan masa pemerintahan Anak Wungsu. Prasasti ini menyebutkan nama-nama pejabat desa, seperti bendesa, klian, dan juru tulis.
Prasasti Babahan saat ini masih berada di lokasi penemuan aslinya, yaitu di desa Babahan, Tabanan. Prasasti ini menjadi salah satu bukti tentang kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali di masa lalu.
4. Prasasti Bebetin
Prasasti Bebetin adalah prasasti yang berisi tentang peristiwa sejarah yang terjadi di Bali, yaitu perang antara Kerajaan Bali dengan Kerajaan Majapahit. Prasasti ini berbentuk sebuah batu yang berukuran panjang 140 cm, lebar 80 cm, dan tebal 20 cm. Prasasti ini bertuliskan aksara Bali kuno, yang berisi tentang penyebutan nama-nama tempat, tanggal, dan tokoh yang terlibat dalam perang.
Prasasti Bebetin ditemukan pada tahun 1935 oleh seorang pegawai Dinas Purbakala Belanda, yang bernama J.C. Krijgsman, di desa Bebetin, Buleleng. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-14 Masehi, yang menunjukkan masa pemerintahan Dalem Baturenggong. Prasasti ini menyebutkan nama-nama tempat seperti Bebetin, Panarukan, dan Gelgel, yang menjadi lokasi pertempuran antara pasukan Bali dan Majapahit.
Prasasti Bebetin saat ini disimpan di Museum Bali, Denpasar. Prasasti ini menjadi salah satu sumber sejarah yang menarik, karena bisa memberikan gambaran tentang perang yang terjadi di Bali, yang mengakibatkan perubahan politik dan budaya di pulau tersebut.
5. Prasasti Penegil Dharma
Prasasti Penegil Dharma adalah prasasti yang berisi tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, yang merupakan salah satu dewa utama dalam agama Hindu. Prasasti ini berbentuk sebuah batu yang berukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tebal 15 cm. Prasasti ini bertuliskan aksara Bali kuno, yang berisi tentang mantra-mantra yang dipanjatkan kepada Dewa Siwa.
Prasasti Penegil Dharma ditemukan pada tahun 1935 oleh seorang pegawai Dinas Purbakala Belanda, yang bernama J.C. Krijgsman, di desa Penegil Dharma, Karangasem. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-15 Masehi, yang menunjukkan masa pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir. Prasasti ini menyebutkan nama-nama pejabat kerajaan, seperti raja, patih, dan senapati.
Prasasti Penegil Dharma saat ini disimpan di Museum Bali, Denpasar. Prasasti ini menjadi salah satu bukti tentang kehidupan religius masyarakat Bali di masa lalu, yang sangat menghormati dan memuja Dewa Siwa sebagai sumber dari segala kekuatan dan kesucian.