Notifikasi

Loading…

Upacara Perang Pandan: Keseimbangan dalam Perang Palsu

Di dalam kehidupan masyarakat Bali, tradisi, adat istiadat, kesenian bahkan spiritual menjadi daya tarik untuk Pulau Dewata ini. Semua unsur tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Bali. Sehingga tak heran jika Bali menjadi daerah pariwisata yang mendunia tentunya.

Salah satu daerah yang ada di Bali yang memiliki adat dan tradisi yang berbeda dari daerah lainnya adalah Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang terletak di Kabupaten Karangsem. Desa Tenganan ini  memiliki daya tarik yang mampu menarik semua wisatawan untuk berkunjung. Berbagai macam keunikan tersebut dimiliki oleh Desa Tenganan ini, salah satunya yaitu Upacara Perang Pandan.

Penasarankan dengan tradisi Perang Pandan yang berasal dari Desa Tanganan ini? ayo simak lebih lanjut pembahasan ini!

upacara perang pandan

Mengenal Upacara Perang Pandan dari Tanganan

Upacara perang pandan atau dikenal dengan tradisi Mekare-kare berasal dan dirayakan di Desa Tanganan, Kabupaten Karangsem, Bali. Desa Tanganan ini merupakan desa tradisional karena bisa mempertahankan tradisi dan adat istiadat dari nenek moyang dahulu. Upacara perang pandan ini dilaksanakan pada sasih kelima pada perhitungan kalender khusu Desa Tanganan Pegringsingan.

Tradisi perang pandan atau Mekare-kare berasal dari kata “Kale” yang berarti perang. Sehingga tradisi ini berfungsi sebagai ujian ketabahan dan keberanian. Perang yang dilakukan dengan pandan berduri dan tamyang sebagai perisai, dimana pandan tersebut nantinya akan dipakai sebagai senjata dalam menggoreskan lawan saat melakukan perperangan.

Tradisi Mekare-kare ini bertujuan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra yang merupakan dewa tertinggi bagi masyarakat desa Tanganan. Dewa Indra dipercaya sebagai pemberi anugerah tanah yang begitu luas untuk ditempati masyarakat. Selain itu sebagai bentuk persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang yang bertempur melawan Maya Denawa yang merupakan seorang raja yang sewenang-wenang dengan rakyatnya.

Mekare-kare ini merupakan tradisi perang yang tidak menentukan kalah dan menang bahkan diobati atau tidak diobati karena luka akibat dari duri pandan juga tidak akan menimbulkan masalah besar atau infeksi. Tujuan dalam hal ini dimaksudkan untuk tidak adanya dendam antara sesama peserta. Dari tujuan ini akan menciptakan keseimbangan dari perang yang tidak ada kalah menangnya dan saling mengobati diakhir acara karena itu disebut Perang Palsu.

Tradisi Mekare-kare ini merupakan tradisi sakral dalam pelaksanaannya dan harus dijaga. Meskipun Mekare-kare ini bisa disaksikan oleh para wisatawan, namun saat pencarian dan persiapan dalam acara Mekrame-kare ini tidak boleh diikuti oleh orang luar atau para wisatawan. Hal lain yang bisa dilihat adalah hari pertama pelaksanaan Mekare-kare ini tidak boleh diikuti oleh orang luar dan harus diikuiti oleh masyarakat Tanganan. Namun, pada hari kedua, para wisatawan atau orang luar boleh mengikutinya.

Upacara Perang Pandan ini harus dilaksanakan dan tidak boleh dimundur atau dimajukan jadwalnya. Hal ini mengartikan bahwa Mekare-kare merupakan keharusan pelaksanaannya dan tidak boleh dilanggar karena akan mendatangkan kebaikan, kesuburan, dan kemakmuran pada Desa Tenganan ini.

Pelaksanaan Upacara Perang Pandan

Pelaksanaan Upacara Perang Pandan ini akan dilaksanakan pada sasih kelima dan diadakan empat kali dengan tempat yang berbeda-beda yaitu Bale Agung, kemudian di depan Bale Patemu Kelod, selanjutnya di depan Bale Patemu Kaje, dan yang terakhir di depan Bale Patemu Tengah. Mekare -kare yang paling besar dan meriah itu dilaksanakan di depan Bale Patemu Tengah . Mekare-kare ini biasanya dilakukan oleh anak dengan anak, dewasa dengan dewasa, dan orang tua dengan orang tua juga. Hal ini bertujuan untuk mencari lawan yang sesuai.

Upacara Perang Pandan nantinya akan diawali oleh upacara permohonan keselamatan dan ritual menuangkan tuak. Kemudian pemimpin adat desa Tenganan akan memberikan tanda sebagai permulaan upacara ini.

Wasit akan memberikan aba-aba kepada dua orang yang akan saling menyerang dengan daun pandan berduri dan bertahan menggunakan tamyang sebagai perisai. Pertarungan ini akan diiringi dengan tabuhan gamelan. Dalam pelaksanaan perang ini, peserta tidak diperkenankan untuk melukai wajah, membawa senjata tajam, dilarang menjatuhkan lawan dan tidak boleh memakai baju.

Suasana akan semakin riuh dan lebih dari satu menit, wasit akan menghentikan pertandingan dan pertandingan akan dilanjutkan oleh peserta lain dan bergilir. Maka, diakhir acara, semua peserta akan luka disekujur tubuhnya akibat drai duri daun pandan.

Sehingga dengan luka tersebut, nantinya selepas acara semua tubuh peserta akan diolesi oleh ramuan tradisional dari parutan kunyit dan lengkuas ditambah dengan minyak kelapa yang ampuh mengobati luka-luka tersebut. setelah pengobatan ini, acara yang paling ditunggu adalah Magibung atau makan bersama yang telah disediakan dengan lauk pauk yang menggugah selera.

Perlengkapan Upacara Perang Pandan

Dalam pelaksanaannya, Upacara Perang Pandan ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung yaitu:

  1. Daun pandan berduri yang hanya bisa ditemukan di Desa Tenganan, bukan daun pandan berduri yang ditepi pantai lainnya. Hal ini dikarenakan daun pandan ini mempunyai duri yang mudah lepas dari daunnya dan tidak merobek kulit sampai dalam, jika diobati atau tidak diobati tidak pernah menimbulkan infeksi. Daun pandan ini dipercaya menjadi symbol penolak bala dan roh berbahaya.
  2. Perisai atau Tamyang yang digunakan peserta dan terbuat dari rotan yang berbentuk bundar.
  3. Pakaian yang digunakan merupakan pakaian khas. Peserta hanya menggunakan kain lilit (mekamen) khas desa Tanganan setengah badan bawah dan bertelanjang dada.
  4. Gamelan selonding yang sakral dan hanya digunakan saat acara-acara sakral termasuk upacara Perang Pandan.
Post a Comment