Mengenal Subak: Filosofi dan Sistem Irigasi Bali
Bali memiliki paket komplit yang ada pada sumber daya alam dan manusianya. Semua yang tertera di Bali mampu menarik hati para wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Dewata ini. Sumber daya alam yang memukau terletak pada lingkungan Bali yang begitu indah seperti pantai maupun gunung yang mempesona. Bentangan alam nan indah jelas akan kamu temui di Bali ini. Hal ini bisa mengangkat perekonomian masyarakat Bali tentunya.
Selain sektor pariwisata yang mendukung perekonomian Bali, sektor pertanian juga turut andil dalam memajukan kesejahteraan Bali. Seperti yang kita tahu bahwa sebagian besar masyarakat Bali menyukai bercocok tanam, baik di ladang maupun di sawah. Banyak sekali yang bisa ditanam oleh masyarakat Bali ini seperti cabe, cengkeh padi, buah—buahan bahkan kopi.
Masyarakat Bali yang melihat kecenderungan dalam melakukan kegiatan cocok tanam ini terutama pada cocok tanam padi, maka diciptakanlah sebuah organisasi yang masyarakat Bali untuk mengatur sistem pengairan atau irigasi tradisional yang disebut dengan Subak. Subak juga merupakan warisan budaya yang diakui oleh UNESQO lhoo!
Yuk simak lebih lanjut Subak Bali nan pesona ini!
Mengenal Lebih Dekat dengan Subak
Kegiatan bercocok tanam yang ada di Bali belum jelas kapan pastinya dimulai namun pada prasasti Sukawana A1 yang merupakan prasasti tertua di Bali menjelaskan bahwa kegiatan bercocok tanam itu sekitar tahun 882 M yang menyebutkan Huma yang berarti sawah.
Sejarah Subak Bali juga tercatat dalam Prasasti Bebetin (896 Çaka) dan Prasasti Batuan (1022 Çaka). Pada dua prasasti itu dijelaskan ada kelompok pekerja khusus sawah di Bali, keahlian mereka adalah membuat terowongan air. Bukti arkeologis tersebut menunjukkan masyarakat Bali telah mengenal sebentuk cara mengelola irigasi pada sekitar abad ke-10.
Subak merupakan sebuah organisasi yang memiliki sistem dimana mengatur tentang manajeman perairan atau irigasi sawah secara tradisional. Subak sebagai lembaga sosial dan keagamaan yang unik dengan memiliki pengaturan tersendiri dan asosiasi yang demokratis antar petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi.
Implementasi Subak di Bali begitu berjalan dengan baik dan teratur. Ini dapat dilihat dari jadwal tanam yang teratur, pembagian air yang adil bahkan dalam kurun waktu yang diperkirakan para petani akan memulai proses tanam di waktu yang sama.
Subak berkerja dengan menggunakan motode irigasi kontinue dan bergilir. Dalam sistem Subak, petani akan diorganisir dan dibagi menjadi dua hingga tiga kelompok pesawahan. Semua kelompok akan mendapat bagian air yang sama.
Subak memiliki peranan penting yaitu sistem yang adil dan merata dalam menjalankan peranannya dalam sistem irigasi perairan petani. Subak juga berdasarkan nilai religius dimana memohon rejeki dan kesuburan lahan.
Filosofi Subak
Keberadaan Subak dalam masyarakat Bali, terutama masyarakat yang memiliki sebuah sawah atau kebun akan sangat membantu dalam menghasilkan panen yang bagus juga tanpa ada permasalahan. Subak merupakan manifestasi dari filosfi Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana ini mempunyai arti masing-masing yaitu Tri berarti “tiga”, Hita berarti ”kebahagiaan” dan Karana berarti berarti penyebab. Maka makna dari Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab terciptanya kesejahteraan. Implementasi filosofi ini terjadi dalam Subak yaitu:
- Parahyangan yang berarti hubungn harmonis antara manusia dengan Tuhan
- Pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya
- Pelemahan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam atau lingkungannya
Subak bukan hanya sekedar sistem irigasi melainkan juga konsep kehidupan bagi rakyat itu sendiri yang merupakan gambaran Tri Hita Karana. Dengan filosofi yang dipegangnya, Subak mampu bertahan lebih dari satu abad karena masyarakat yang taat dengan tradisi leluhur.
Subak Menjadi Warisan yang Diakui oleh Dunia
Kontur tanah di pegunungan Bali membuat sistem irigasi kesulitan ditambah lagi dengan populasi masyarakat yang padat. Sehingga sumber air itu harus terjaga dan dikelola dengan prinsip keadilan, keterbukaan, harmoni dan kebersamaan yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan unsur yang mengikat diatas, Petani Bali berhasil mengelola pertanian padi yang paling efesien di Indonesia. Hal ini membuat UNESQO tertarik akan persona yang dimiliki oleh Subak ini dan memasukan sebagai salah satu warisan budaya di dunia.
Kepengurusan Sistem Subak
Sistem subak Bali juga memiliki perbedaan inovasi ataupun kreasi dalam mengembangkan subak agar dapat lebih mensejahterakan para anggota subak. Berbagai ragam unit kerja dalam kepengurusan subak adalah, sebagai berikut:
- Struktur oragnisasi subak yang terdiri dari : Pekaseh, Wakil Pekaseh dan Kerama Subak
- Struktur organisasi subak yang terdiri dari : Pekaseh, wakil pekaseh, sekretaris, kesinoman, dan kerama subak
- Strutur organisasi subak yang terdiri dari : Kelian Gede (Pekaseh), penyarikan, petengen, kelian tempek, wakil kelian tempek, kesinoman, kerama subak disamping ada pengawas keuangan dan penasehat.
- Kepengurusan subak yang didalamnya terdapat lagi kelompok-kelompok kerja, dan kelompok kerja
Adapaun kepengurusan dalam subak yang terdiri dari Pekaseh (Kelihan Subak), Petajuh (Wakil Kelihan Subak), dan Kesinoman (Juru Arah), dan lain sebagainya akan memiliki perbedaan tugas dan peran yang berbeda-beda. Perbedaan tugas ini tentu dalam rangka mengoptimalkan sistem subak itu sendiri.