Notifikasi

Loading…

Mengenal Sistem Pewarisan Adat di Bali Secara Garis Besar

Sistem pewarisan adat di Bali menerapkan sistem purusa atau mengambil garis keturunan anak laki-laki. Hal ini tidak terlepas dari sistem patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Bali.

Sistem hukum yang dianut oleh suatu masyarakat lokal tentunya akan berpengaruh dalam menarik sistem pewarisan. Sistem pewarisan mengacu pada hukum lokal yang diyakini dan dijalankan oleh masyarakat setempat.

Sistem pewarisan adat Bali

Apa itu Hukum Adat Waris? 

Hukum adat waris merupakan hukum tentang peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengalihkan barang harta benda dan barang yang tidak berwujud (immateriele goederen) dari generasi ke generasi.

Pembagian kekayaan lintas generasi adalah salah satu yang diatur dalam hukum adat waris. Norma tersebut mengatur saat, cara, dan proses peralihan dari harta warisan yang akan diturunkan.

Bagaimana Sistem Pewarisan Adat di Bali?

Sistem pewarisan adat di Bali mengikuti hukum adat waris Bali yang tentunya akan sangat berbeda dengan hukum waris perdata baik dari segi unsur, azas, serta substansinya.

Terdapat 4 unsur yang terlibat dalam sistem dalam sistem pewarisan adat di Bali, yaitu:

  1. Pewaris, yakni orang yang meninggalkan warisan,
  2. Waris atau keturunan,
  3. Ahli waris adalah keturunan yang memiliki hak atas warisan yang ditinggalkan, dan 
  4. Warisan berupa swadharma (tanggung jawab) dan swadikara (hak) terhadap peninggalan pewaris dalam berbagai wujud dan sifatnya.

Dalam pembagiannya sistem pewarisan yang berlaku adalah sistem hukum waris adat dengan pembagian warisan ditentukan oleh sistem kekerabatan.

Adapun sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Bali adalah sistem patrilineal yakni menarik garis keturunan dari bapak.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya sistem pewarisan adat Bali menarik garis keturunan laki-laki atau disebut dengan purusan. Atau bisa dikatakan, anak laki-laki lah penguasa mutlak dalam sebuah keluarga.

Berbeda halnya dengan perempuan, anak perempuan tidak diperhitungkan dalam mengemban adat waris dikarenakan umumnya perempuan akan meninggalkan keluarga dan mengikuti garis keturunan suaminya kelak.

Kedudukan Anak dalam Sistem Pewarisan Adat Bali

Seperti sudah disampaikan sebelumnya, bahwa Bali menganut sistem kekerabatan Patrilineal. Sistem kekerabatan tersebut membuat porsi atau kedudukan anak dalam hak waris memiliki bobot yang berbeda.

Tetadaan bagi Anak Perempuan di Bali 

Posisi anak perempuan dalam sistem pewarisan adat Bali memang tidak diperhitungkan. Anak laki-laki adalah pemegang kendali yang mayorat atas keluarganya.

Anak perempuan tidak memiliki hak kepemilikan atas harta waris, meski demikian hak tersebut tetap dapat diperoleh oleh anak perempuan dalam bentuk hibah, jiwa dana ataupun tetadan atau bebaktan.

Namun hal ini tidak berlaku bagi anak perempuan yang belum menikah. Menurut adat waris Bali, anak perempuan yang belum melangsungkan pernikahan ia berhak mendapat harta warisan dari orang tua nya secara penuh.

Anak Laki-laki sang Ahli Waris Asli atau Sentana

Masyarakat hukum Adat Bali mengenal istilah kepurusa yang merujuk bahwa laki-laki bersifat ajeg, sedangkan anak perempuan berubah dikarenakan mengikuti pihak suami. 

Atas dasar hal itu maka anak perempuan tidak diperhitungkan sebagai ahli waris. Ahli waris tidak hanya sekedar berkaitan dengan hak, namun kewajiban untuk meneruskan kewajiban pemberi waris.

Oleh karena itu anak laki-laki menjadi ahli waris asli (sentana) karena dianggap sebagai pihak yang akan meneruskan segala bentuk kewajiban pemberi waris baik itu tanggung jawab kepada masyarakat adat dan agama. Tentunya dengan ketentuan tersebut anak laki-laki memikul tanggung jawab yang sangat berat dalam melangsungkan kewajiban-kewajiban dan menjaga keberlangsungan garis keturunannya. 

Sentana Rajeg, Ahli Waris Perempuan Tunggal 

Kedudukan anak laki-laki sebagai Sentana dapat tergantikan oleh Sentana Rajeg. Sentana Rajeg adalah status Sentana bagi perempuan, status ini bisa diperoleh jika dalam suatu keluarga tidak terdapat anak laki-laki.

Untuk menyempurnakan status Sentana Rajeg, sang anak akan melakukan kawin nyeburin yang akan menarik anak laki-laki untuk keluar dari silsilah keluarganya dan bergabung dengan keluarga pihak perempuan.

Dengan status sebagai Sentana Rajeg, maka sang anak perempuan dapat mengambil alih tanggung jawab sebagaimana layaknya kaum laki-laki yang mendapatkan hak penuh atas warisan dari pemberi waris.

Demikian sistem pewarisan adat Bali yang menganut sistem purusa dimana anak laki-laki lah yang memegang kendali dan tanggungjawab atas keberlangsungan trah keluarga.

Post a Comment