Mengenl Rahinan Purnama Dalam Hindu Bali
Purnama dalam kamus umum Bahasa Indonesia berarti bulan yang bundar atau sempurna (tanggal 14 dan 15 kamariah).
Pemujaan saat Purnama ditujukan kehadapan Sanghyang Candra, dan Sanghyang Ketu sebagai dewa kecemerlangan untuk memohon kesempurnaan dan cahaya suci dari Ida Sanghyang Widi Wasa dalam berbagai wujud Ista Dewata.
Biasanya pada hari suci purnama ini disebutkan umat Hindu menghaturkan Daksina dan Canang Sari pada setiap pelinggih dan pelangkiran yang ada di setiap rumah.
Pada umumnya umat Hindu meyakini rasa kesucian yang tinggi pada hari Purnama, sehingga disebut dengan “Devasa Ayu”.
Setiap hari suci yang bertepatan dengan Purnama maka pelaksanaan upacaranya disebut “Nadi”.
Namun tidak semua hari pertemuan dengan purnama disebut ayu.
Contoh,
Hari Kajeng Kliwon, pada hari Sabtu, nemu Purnama disebut HARI BEREK TAWUKAN.
Dilarang oleh sastra agama melaksanakan upacara apapun, dan para wiku tidak boleh melaksanakan lujanya pada hari itu(Lontar Purwana Tatwa Wariga).
Bila Purnama jatuh pada hari Kala Paksa, tidak boleh melaksanakan upacara agama karena hari itu disebut HARI GAMIA (jagat letuh). Sang wiku tidak boleh memuja.
Melalui siklus Purnama dan Tilem sesungguhnya alam mengajarkan manusia tentang jahat dan baik, terang dan gelap, jika senang jangan terlarut dalam kesenangan, begitu pula jika dalam keadaan terpuruk maka harus segera bangkit karena didepan cahaya akan menyambut.
Keduanya berputar mengelilingi kehidupan manusia.